TATA CARA BERDOA

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas

Minggu, 13 Maret 2011

HIKAYAT HANG TUAH

INI ADALAH HIKAYAT HANG TUAH YANG DICERITAKAN OLEH PENULIS
Setelah sudah segala pegawai dan petuanan bertunggu dengan beberapa alat senjatanya, maka keesokan harinya, maka raja pun memberi anugerah akan laksamana pakaian yang indah-indah dan diberi anugerah ayapan pada tempat raja santap. Setelah sudah maka raja pun memeluk leher Laksamana seraya dicium bagiada kepala Lasmana, seraya bertitah, “Hai kekasihku Laksamana, segeralah hapuskan arang pada mukaku ini.” Maka sembah Laksamana, “Daulat tuanku.” Maka Laksamana pun meniarap pada kaki raja, seraya memakai di hadapan raja: pertama dipakainya digangsi yang bertepi emas dipahat bersirat, diragam dan ikat pinggang khatifah tujuh belit bersurat ayat Gur’an dan berbaju kesumba murup bersurat doa besar-besar dan memakai keris parung sari itu. Maka mastul pemberian Syeikh Mansur itu dipakainya. Sudah itu maka keris raja itu dipakai ke hadapan. Setelah sudah maka Laksamana pun bertelut menyembah lalu turun berjalan diiringkan oleh orangnya empat puluh itu.
Maka dilihat segala rakyat di dalam negeri Melaka itu Laksamana dititahkan raja membunuh Si Jebat itu, maka kata orang banyak itu, “Marilah kita melihat temasya Laksamana bertikam dengan Si Jebat itu. Sekali ini barulah Si Jebat beroleh lawan, sama berani dan sama tahu, kerana Laksamana pun banyak tahunya.” Maka kata seorang pula, “Si Jebat pun tahu banyak maka ia tiada dapat dilawan orang.” Maka kata seorang pula, “Si Jebat pun tahu banyak maka ia tiada dapat dilawan orang.” Maka kata seorang pula, “Apakah kita perbantahkan?
Kita lihat sekarang; siapa mati siapa hidup pun bertentulah, kerana Laksamana hulubalang besar; sudah ia bercakap kebawah Dull Yang Dipertuan masakan ia kembali sahaja.”
Hatta dengan demikian maka Laksamana pun sampailah kebalai gendang. Maka Laksamana berhenti di balai gendang mendengar bunyi rebana itu terlalu ramai, Si Jebat makan dengan segala isi istana. Setelah dilihatnya hari hampir tengah hari, maka didengar oleh Laksamanabunyi rebana dan redap itu berhenti, hingga bunyi rebana kecil jugalagi bunyinya mengalit Si Jebat tidur. Maka Laksamana pun tahulah akan Si Jebat tidur itu. Maka Laksamana pun melihat ketika dan edaran. Setelah sudah sampai ketikanya, maka Laksamana pun turun dari balai gendang itu lalu berjalan masuk ke dalam pagar lalu berdiri di tengah halaman istana itu. Maka segala orangnya empat puluh itu pun berdiri di belakang Laksamana. Maka segala orang banyak pun berdiri dari jauh melihat temasya; ada yang naik pohon kayu, ada yang naik bumbungan, ada yang naik ke halang jambatan raja; maka sekalian yang berani masuk berdiri di belakang Laksamana.
Maka gemparlah segala perempuan isi istana itu mendengar bunyi lembing perisai dan tepuk sorak orang banyak mengepung istana itu. Maka Hang Jebat pun terkejut daripada tidurnya lalu bangun. Maka Laksamana pun berseru-seru, katanya, “Hati Si Jebat durhaka! Tiadakah setiamu pada tuanmu? Jika engkau berani, marilah engkau turun bertikam.” Maka didengarnya bunyi lembing perisai gemeretak dan
bunyi suara orang terlalu gempita. Maka di dalam hatinya, “Rupanya yang datang ini.” Maka Hang Jebat pun menghunus kerisnya lalu dikikirnya.
Maka Laksamana pun berseru-seru pula, katanya, “Hai Si Jebat durhaka! Sungguh engkau berani tiada berlawan! Marilah engkau turun dari istana ini bertikam sama seorang.” Maka suara itu pun terdengarkepada Hang Jebat, dikenalnya suara Laksamana. Maka Hang Jebat, ia pun naik ke peranginan; maka dibukanya peranginan itu, maka dilihatnya Laksamana terdiri di tengah halaman itu. Maka Hang Jebat pun berdebar-debar hatinya; ia pun fikir dalam hatinya: “Adapun Hang Tuah itu sudah mati dibunuh Bendahara; sekarang Laksamana itu tiada dalam dunia ini, siapa pula yang datang ini seperti Laksamana punsikapnya dan lakunya? Kalau mataku bekas tidur ini gerangan, maka jadi salah pemandangku?”
Maka Hang Jebat pun turun dari peranginan itu lalu ia mandi pada pasu emas itu dan dibasuh mukanya. Setelah sudah maka Hang Jebat pun memakai pakaian kerajaan lalu ia membuka pintu itu. Maka Laksamana pun berseru-sseru. Katanya, “Hai Si Jebat, segeralah engkau turun.
Jika engkau tiada turun, sekarang istana ini kunaiki, tetapi sukar kita bertikam. “Setelah Hang Jebat menengar suara Laksamana itu, maka ia pun membuka pintu itu sedikit; maka dilihatnya Laksamana diperamat-amatinya, dikenalkannya itu Laksamana. Maka nyatalah Laksamana itu. Maka Hang Jebat pun hairan.
Maka dilihatnya oleh Laksamana Hang Jebat membuka pintu istana itu, maka Laksamana pun menyingsing tangan bajunya. Maka kata Laksamana, “Cih, Si Jebat durhaka! Mati engkau olehku!” Maka Hang Jebat pun segera menutup pintu istana itu, seraya berkata, “Siapa engkau yang datang hendak bertikam dengan aku itu dan siapa namamu?” Maka kata Laksamana, “Hai Si Jebat durhaka, takutkah engkau akan aku bertanya? Akulah Laksamana, baharu datang dari berguru di hulu Melaka.” Maka sahut Jebat, “Hai Laksamana, baharu datang dari berguru di hulu Melaka.” Maka sahut Jebat, “Hai Laksamana, bahwa aku tiada takut akan engkau. Kudengar engkau sudah dibunuh oleh Bendahara; sebab itulah maka aku harian.” Maka kata Laksamana, “Akulah Hang Tuah dititahkan Duli Yang Dipertuan membunuh engkau, kerana aku tiada mati; aku ditaruh oleh Bendahara di hulu Melaka.”
Setelah Hang Jebat mendengar kata Laksamana demikian, maka ia pun heran, seraya berkata, “Hai Orang Kaya Laksamana, keranamulah maka aku berbuat pekerjaan ini. Pada bicaraku, engkau tiada dalam dunia ini lagi. Jika aku tahu akan engkau ada hidup; demi Allah dan Rasul-Nya, tiada aku berbuat pekerjaan yang demikian ini.” Maka kata Hang Jebat, “Hai Laksamana, sekali-kali tiada aku menyesal dan takut akan mati, tetapi aku tahu akan kematianku ini pada tanganmu, di mana dapat kusalahi lagi? Tetapi tuan hamba lihatlah tikam Si Jebat durhaka ini, empat puluh hari orang Melaka membuangkan bangkai dalam negeri Melaka membuangkan bangkai dalam negeri Melaka ini dan tiada menderita bau busuk bangkai. Segala-gala jahata jangan kepalang; kuperbuat sungguh-sungguh.” Maka sahut Laksamana, “Hai Si Jebat, tersalah citamu itu.
Adapun pekerjaanmu durhaka pada tuanmu itu berapa dosanya kepada Allah, tiada tertanggung olehmu di dalam akhirat jemah. Akan sekarang engkau hendak membunuh orang yang tiada berdosa pula berpuluh-puluh ribu itu; benarkah bicaramu itu?” Maka kata Hang Jebat, “Apatah dayaku? Sekalian itu dengan kehendaknya juga; tiada dengan kuasaku perbuat itu, supaya namaku masyhur pada segala negeri.” Maka kata Hang Jebat, “Adapun aku tiada mau turun dari istana ini berlawanan dengan engkau, kerana engkau hulubalang besar lagi ternama; tiada boleh kupermudahkan seperti lawan yang dahulu itu dan engkau saudara tua padaku; tiada baik.
Jika engkau hendak bertikam dengan aku, marilah naik. Maka sahut Laksamana, “Bukakanlah pintu itu.” Maka kata Hang Jebat, “Nantilah aku seketika lagi; aku hendak berlangirkan kerisku.”
Setelah sudah maka Hang Jebat pun makan nikmat pada persantapan raja itu. setelah makan maka ia makan sirih pada puan raja lalu ia berjalan ke muka pintu istana itu. Maka Hang Jebat pun membuka pintu istana itu. Maka Hang Jebat pun membuka pintu istana itu sebelah: maka kata Hang Jebat,: “Silakanlah orang kaya naik, karena ayapan sudah hadir.” Maka kata Laksamana, “Aku tiada mau naik, kerana engkau hendak mengenai aku. Bukalah pintu itu keduanya supaya aku naik,” Setelah Hang Jebat mendengar kata Laksamana demikian itu, maka Hang Jebat dibukanya pintu setelah lagi. Maka kata Hang Jebat. “Silahkanlah orang kaya naik, pintu sudah terbuka.” Maka kata Laksamana, “Cin! Bukan laki-laki menikam mencuri!” Maka Hang Jebat pun tertawa, katanya, “Hai orang kaya, aku geram melihat engkau terdiri-diri di atas tangga itu, tiada tertahan hatiku.” Maka kata Laksamana, “Bukan laki-laki berani. Jika hendak bertikam berilah aku berjijak dahulu.” Maka kata Hang Hebat, “Silakan Orang Kaya, hamba beri jalan.” Maka kata laksamana, “Baiklah,” serta ia melompat ke atas tangga tiga butir anak tangga. Maka Laksamana pun terdiri di atas tapakan tangga itu. Maka baharu hendak melompat kakinya sebelah ke dalam pintu, maka ditikamnya akan Laksamana. Maka dilepaskannya tikam Hang Jebat itu, salah maka dipertubi-tubinya tikam oleh Hang
Jebat. Maka Laksamana pun terjun ke tanah pula.
Sumber: Zaidan Hendy, 1989

Tidak ada komentar:

Posting Komentar